Harmonisasi dapat diartikan sebagai proses atau upaya dalam menyelaraskan, menyesuaikan dan menyerasikan dengan sesuatu yang dianggap kurang sesuai, tidak pantas atau tidak serasi.
Pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintahan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Dana Perimbangan merupakan pendanaan Daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya,
juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antardaerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.
Melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang disingkat menjadi UU HKPD, merupakan pengganti dari Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu alokasi sumber daya nasional yang efisien dan efektif melalui hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang transparan, akuntabel dan berkeadilan guna mewujudkan pemeratan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hadirnya UU HKPD ini diharapkan dapat memperbaiki desain desentralisasi dan juga otonomi daerah yang sudah ada sejak tahun 2001 sehingga bisa berkelanjutan serta akuntabel. Desentralisasi sendiri merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah atau organisasi yang bersifat lebih rendah levelnya di daerah.
Hal ini berguna untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan aspirasi daerah sehingga pejabat publik di daerah dapat lebih mengalokasikan sumber daya secara efisien dan efektif, serta melakukan peningkatan optimalisasi pendapatan asli daerah.
Dalam pelaksanaannya pemerintah pusat dan daerah harus menjalin hubungan yang baik dan harmonis, saling terjaga sehingga terciptanya satu pemerintahan nasional. UU HKPD sendiri merupakan sebuah terobosan dalam mengatasi tantangan desentralisasi fiskal, salah satunya terkait Dana Bagi Hasil (DBH) dengan tujuan adanya keseimbangan antara pusat dan daerah.
UU HKPD ini juga diharapkan mampu menjadi wadah yang mengakomodir “suara” oleh daerah serta diharapkan mampu mengurangi dampak negatif eksplorasi Sumber Daya Alam (SDA). UU HKPD juga berlandaskan keadilan, dengan kata lain pengalokasian DBH pada kabupaten/kota akan diterapkan sistem by origin sehingga terhadap kabupaten/kota penghasil akan mendapatkan kompensasi DBH yang lebih besar dibandingan kabupaten/kota non-penghasil.
Harmonisasi hubungan pemerintah pusat dan daerah tersebut tentu bertujuan untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur, daya saing ekonomi negara, pada bidang pendidikan, kesehatan serta agar meningkatnya kualitas hidup masyarakat dan mampu menekan angka kemiskinan yang sejalan dengan pengangguran yang menjadi pemicu timbulnya kesenjangan sosial dan ekonomi didalam sebuah masyarakat.
UU HKPD mulai diberlakukan pada tanggal 05 Januari 2022 dan telah berjalan selama satu tahun, diharapkan kedepannya agar mampu menjadi pembuka potensi bertambahnya pendapatan daerah, pengalokasian tepat sasaran, mampu mengakomodir keluhan serta meminimalisir dampak eksternalitas negatif karena sebelum munculnya UU HKPD tersebut, terdapat banyak kabupaten/kota yang mengeluh akan SDA mereka yang dikeruk, namun mereka tidak mendapatkan Dana Bagi Hasil.
Oleh : Hendra Kurniawan (Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi XXIX, Universitas Islam Riau)